CERPEN SURAT CINTA
SURAT
CINTA
Hai, namaku Mellody,
orang-orang memanggilku Mello. Aku bersekolah di SMP Bakti Mulia. Rabu adalah
hari yg paling aku benci, tahu kenapa? karena pada hari ini aku dapat giliran
piket kelas. Kalian pasti berpikir aku pemalas bukan? Memang, jangankan piket
kelas, kamarku saja seperti mobil yg habis tabrakan, terbayang bukan betapa
hancurnya ?
Teng....... teng.....
Bel pulang sekolah berbunyi,
aku dan keempat sahabatku, Dinda, Manda, Jelita dan Tari sudah berkumpul di
dalam kelas. Ada yg menyapu, mengepel, membersihkan meja, DLL. Diantara mereka,
hanya aku yg tidak bekerja, aku duduk sambil mengeluh.
"sudah,
daripada mengeluh terus lebih baik bantu kami! akan cepat selesai kalau
dikerjakan bersama, tentunya kita lebih cepat pulang".
Kata Dinda
"iya juga".
Pikirku. Akhirnya aku membantu. Aku melihat ke sekeliling kelas, mataku tertuju
pada tempat duduk Irfan. Aku berjongkok di depan meja itu dan mengeluarkan isi
kolong meja. Terdapat banyak sampah kertas disana, kubuka satu persatu, yah
siapa tahu saja ada yang penting. Ketika ku buka kertas terakhir . . . . . . .
. . . . . APA INI?
"Hei
teman2, sini deh!". Kataku
"Ada
apa, Mel?". Kata Amanda
"Lihat
ini!"
"Apa
itu?". Kata
Jelita
"Kayanya
surat cinta. Aku bacakan, ya!" aku berhenti sejenak.
"Dear.
. Mello, sebenarnya sudah sejak dulu aku mengagumimu, matamu yg indah, mulutmu
yg mungil, kulitmu yg kuning langsat. Kamu cantik sekali, Aku ingin memilikimu
tapi ibuku tak mengizinkan. Tapi Aku tetap mengagumimu walau dari jauh.
Tertanda Irfan". Kataku mengakhiri kalimatku.
"Ah
apa iya, itu surat untukmu?" tanya Tari
"masa
Irfan yg pendiam & agak misterius bisa merasakan cinta?"
tanya Amanda
"kamu
ini Amanda, semua orang bisa merasakan cinta! Termasuk wanita tomboy sepertimu ". kata
Jelita
"iya
juga ya, kalau itu itu surat cinta untuk mello, apa hubunganya dengan mama
irfan?" tanya Tari
"mungkin
ibunya tahu perasaan Irfan tapi tidak menyetujuinya karena Irfan masih kecil".
Kata Jelita
"bagaimana
mana bisa ibu Irfan tahu tentang ini?" kata Amanda
"ahh
sudahlah jangan terlalu di ambil pusing, lebih baik kita pulang. Aku sudah
lapar nih" kata Tari
sesampainya di rumah
aku masih memikirkan surat tadi "benarkah ia menyukaiku?" pikirku.
Besoknya di sekolah, kabar
tentang surat itu menyebar ke seluruh pelosok sekolah, entah bagaimana hal itu
terjadi. Aku berjalan ke arah kelas, tak sengaja aku berpapasan dengan Irfan.
Hanya senyum kecut yang keluar dari bibir kami berdua.
Di dalam kelas, Tari
memanggilku "eh Mel, surat untukmu yangg
kemarin di tempel di mading sekolah, wah jadi terkenal kamu sekarang.”
"wah, jahil sekali
orang yang sudah menempelnya". Aku cenderung acuh tak acuh, lagipula itu
hanya sebuah surat.
Tak lama kemudian bel pertanda
masuk berbunyi, kami masuk ke kelas untuk belajar.
Saat istirahat tiba,
aku melihat Irfan duduk dikursi taman sambil menunduk.
"Fan,
kamu kenapa sedih?" tanyaku. Ia hanya membalas dengan senyuman.
"ayolah, aku ini temanmu. Aku pasti mengerti,
ceritakan saja padaku". Kataku
"aku.
. . . ." akhirnya Irfan bicara "kamu tahu kan soal surat itu?"
aku mengangguk
"sebenarnya surat itu
bukan untukmu, Mel." Kata Irfan
yang berhasil membuatku binggung tingkat dewa.
"maksud
kamu? Ada Mello lain?". Dia mengangguk.
“Mello
yg aku maksud ialah kucing jalanan yg sering lewat depan rumahku"
kata Irfan. Aku tertawa kecil mendengarnya.
"kamu
membuat surat cinta untuk seekor kucing?".
Aku kembali bertanya.
"sebenarnya
itu tidak bisa disebut surat cinta, itu iseng saja kutulis untuk melegakan hatiku,
aku ingin memelihara kucing itu tapi ibuku tidak mengizinkan" kata
Irfan
"astaga
kenapa kamu tidak katakan ini sebelumnya?. Kami jadi salah faham".
"bagaimana
mau bicara kalau sebelumnya sudah diperolok – olok duluan."
katanya dengan ekspresi wajah yang lucu. Aku hanya tertawa...
Komentar
Posting Komentar